Minggu, 12 Januari 2014

Fatwa HRD bagi ODOJER Mania

Informasi Halaman :
Author : Khanif Lutfi, Staf Pengajar SMAIT Al-Multazam.
Judul Artikel : Fatwa HRD bagi ODOJER Mania
URL : http://ibnkurdi.blogspot.com/2014/01/fatwa-hrd-bagi-odojer-mania.html
Bila berniat mencopy-paste artikel ini, mohon sertakan link sumbernya. ...Selamat membaca.!
Salah satu permasalahan dalam pelaksanaan program ODOJ adalah ketika sedang Haid (datang bulan) bagi akhwat, Apakah harus dilelang? Apakah tetap membaca? Atau bagaimana? kalau seandainya dilelang jika yang berhalangan 10 orang atau bahkan lebih, kumaha atuh???

Berikut hukum wanita yang sedang M yang berhubungan dengan Al quran :

1. perempuan Haid dilarang memegang dan membawa mushaf.
    Sebagaimana Firman Allah SWT :
                                                                                                                لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
Ada pendapat yang memperbolehkan memegang dan membawa mushaf yang dinisbatkan kepada madzhab Imam Abu Hanifah wallahu a'lam. * (penjelasan ada di bawah)

2. Membaca Al quran bagi wanita yang berhalangan tidak dilarang untuk membaca Alquran, sebagian ulama' ada yang melarang tetapi pendapat ini lemah. **

Fatwa HRD bagi ODOJER Mania :

" Diperbolehkan membaca Alquran dengan menggunakan Mushaf terjemah atau tafsir ".
 Jika bisa membaca Mushaf tanpa harus memegang itu lebih baik, atau bisa juga dengan Aplikasi Alquran di HP (bagi yang HPnya bagus, ane belom beli).
Dengan Mushaf terjemah atau tafsir adalah sebagai bentuk kehati-hatian.
Semoga bermanfaat.... Amiin..! Wallahu a’lam.

* Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/502) menyatakan bolehnya wanita haid membawa al-Qur’an dan ini sesuai dengan madzhab Abu Hanifah. Berbeda dengan pendapat jumhur yang melarang hal tersebut dan mereka menyatakan bahwa membawa al-Qur’an dalam keadaan haid mengurangi pengagungan terhadap al-Qur’an.
Berkata Asy-Syaikh Mushthafa al-’Adawi, “Mayoritas ahli ilmu berpendapat wanita haid tidak boleh menyentuh mushaf al-Qur’an. Namun dalil-dalil yang mereka bawakan untuk menetapkan hal tersebut tidaklah sempurna untuk dijadikan sisi pendalilan. Dan yang kami pandang benar -wallahu a’lam- bahwasannya boleh bagi wanita haid untuk menyentuh mushaf al-Qur’an. Berikut ini kami bawakan dalil-dalil yang digunakan oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an. Kemudian kami ikutkan jawaban atas dalil-dalil tersebut (untuk menunjukkan bahwasanya wanita haid tidaklah terlarang untuk menyentuh mushaf, pent.):
  • Firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-:
لايَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ


“Tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Qs. al-Waqi’ah: 79).

  • Sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-:

“Tidaklah menyentuh al-Qur’an itu kecuali orang yang suci.” (HR. ath-Thabrani).[6]

  • Jawaban atas dalil yang pertama:

Pendapat pertama: mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa yang diinginkan dengan dhamir (kata ganti) dalam firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-: (laa yamassuhu) adalah kitab yang tersimpan di langit. Sedangkan (al-muthahharun) adalah para malaikat. Ini dipahami dari konteks beberapa ayat yang mulia,


إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ $ فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ $ لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ .


“Sesungguhnya dia adalah Qur’an (bacaan) yang mulia dalam kitab yang tersimpan, tidaklah menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan.” (Qs. Al Waqi’ah: 77-79)


Dan yang menguatkan hal ini adalah firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-,


فِي صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍ $ مَّرْفُوعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ $ بِأَيْدِي سَفَرَةٍ $ كِرَامٍ بَرَرَةٍ .


“Dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para utusan yang mulia lagi berbakti (yakni para malaikat).” (Qs. Abasa: 13-16).
Inilah pendapat mayoritas ahli tafsir tentang tafsir ayat ini.


Pendapat kedua: tentang tafsir ayat tersebut bahwasanya yang diinginkan dengan al-muthahharun adalah orang-orang yang beriman. Berdasarkan firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-, yang artinya:


“Hanyalah orang-orang musyrik itu najis.” (Qs. at-Taubah: 28)


Dan dengan sabda Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam-:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لاَ يَنْجُسُ .


“Sesungguhnya orang Islam itu tidak najis.”


Dan Nabi –shallallaahu ‘alahi wa sallam- melarang bepergian dengan membawa mushaf ke negeri musuh, karena khawatir jatuh ke tangan mereka.


Pendapat ketiga: bahwasannya maksud dari firman Allah –subhaanahu wa ta’ala-surat al-Waqi’ah: 79 di atas adalah tidak ada yang dapat merasakan kelezatannya dan tidak ada yang dapat mengambil manfaat dengannya kecuali orang-orang yang beriman.

Pendapat keempat: pendapat ini merupakan pendapat yang diikuti oleh minoritas ahli tafsir, mereka mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan al-muthahharun adalah mereka yang disucikan dari dosa-dosa dan kesalahan.”


Pendapat kelima: al-muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar dan kecil.

Pendapat keenam: al-muthahharun adalah mereka yang suci dari hadats besar (janabah).

Mereka yang membolehkan wanita haid menyentuh mushaf memilih sisi yang pertama, dengan begitu tidak ada dalil dalam ayat tersebut yang menunjukkan larangan bagi wanita haid untuk menyentuh al-Qur’an. Sedangkan mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an memilih sisi kelima dan keenam.

Dan telah lewat penjelasan bahwa mayoritas ahli tafsir menafsirkan al-muthahharun dengan malaikat.
  • Jawaban atas dalil yang kedua.
Tidak saya dapatkan isnad yang shahih, tidak pula yang hasan, bahkan yang mendekati shahih atau hasan untuk hadits yang dijadikan dalil oleh mereka yang melarang wanita haid menyentuh al-Qur’an. Setiap sanad hadits ini yang aku dapatkan, semuanya tidak lepas dari pembicaraan. Lantas apakah hadits ini bisa terangkat kepada derajat shahih atau hasan dengan dikumpulkannya semua sanadnya atau tidak?

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Asy-Syaikh Albani –rahimahullah- menshahihkannya dalam al-Irwa’ (91/158). Bila hadits ini dianggap shahih sekalipun, maka pengertiannya sebagaimana pengertian ayat yang mulia di atas.

Asy-Syaikh Albani –rahimahullah- sendiri ketika menjabarkan hadits di atas beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘thahir’ adalah orang yang beriman baik dalam keadaan berhadats besar atau hadats kecil ataupun dalam keadaan haid.

**  jumhur ahli ilmu berpendapat tidak boleh bagi wanita haid untuk membaca al-Qur’an, akan tetapi boleh baginya untuk berdzikir kepada Allah. Mereka ini mengqiyaskan (atau menyamakan) haid dengan junub, padahal sebenarnya tidak ada pula dalil yang melarang orang junub untuk membaca al-Qur’an. Wallahu A'lam 
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di http://ibnkurdi.blogspot.com
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar Terbaru


Widget by KaraokeBatak